Lilypie Kids birthday PicLilypie Kids birthday Ticker
Google

Welcome Note

This site/blog will tell the world more about my lovely son, named Agus Surya Yoewira or Yoe Wen Yang (his Chinese name). Beside uploading his photos and stories, I will also quote nice, spiritual and touching stories or articles from other resources. Hope this site/blog will be inspiring and useful for other moms in this world.
(Indonesian: Site/blog ini kupersembahkan oentoek putraku terkasih, Agus Surya Yoewira/Wen Yang. Walaupun tidak detail amat, akan selalu kutuliskan perkembangan dia baik melalui tulisan, cerita atau foto-foto. Selain itu ada macam-macam puisi, tantra, kalimat indah dan artikel-artikel yang semoga dapat berguna dan menjadi inspirasi bagi yang membacanya)

MY OATH TO YOU

When you are sad, ………………. I will dry your tears
When you are scared, …………….. I will comfort your fears
When you are worried, …………… I will give you hope
When you are confused, ………….. I will help you cope
And when you are lost, …………… and cant’t see the light, I shall be your beacon….Shining ever so bright.
This is my oath………… I pledge till the end. Why you may ask? ……………… Because you’re my son.


FAMILY = (F)ATHER (A)ND (M)OTHER (I) (L)OVE (Y)OU

Surya's reply :-D

Every love that you've been given to me
will never ever go away
coz your loves are
my spirit .......
my light ........
my destination ......
my guide ...........
and
my everything......

LOVE YOU, MOMMY.... !!!

Surya's Slide Show! (new born until 2 years old)

Showing posts with label Dongeng. Show all posts
Showing posts with label Dongeng. Show all posts

Pohon apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.

“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.

“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.
”Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya dating.

“Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?”
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.

Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki.“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya

Ayam dan Sapi

“Kenapa sih”, kata seorang kaya pada pelayannya, “Orang-orang mengataiku pelit. Padahal semua orang kan tahu kalau aku wafat nanti, aku akan memberikan semua yang aku punya pada yayasan sosial dan panti asuhan?”

“Akan saya ceritakan fabel tentang ayam dan sapi,” jawab pelayannya.

“Sapi begitu populer, sedangkan sang ayam tidak sama sekali. Hal ini sangat mengherankan sang ayam. ‘Orang-orang berkata begitu manis tentang kelemah-lembutan dan matamu yang begitu memancarkan penderitaan’, kata ayam pada sapi.

‘Mereka mengira kamu begitu murah hati, karena tiap hari kamu memberi mereka krim dan susu. Tapi bagaimana dengan aku? Aku memberikan semua yang aku punya. Aku memberikan daging ayam. Aku memberikan bulu-buluku. Bahkan mereka memasak dan membuat sup dengan kakiku untuk kaldu. Tidak ada yang seperti itu. Kenapa sih kok bisa begitu ?’”

“Apakah anda tahu apa jawaban sang sapi?”, kata pelayan.

Sang sapi berkata, “Mungkin karena aku memberikannya sewaktu aku masih hidup.”

Ayam hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Sang Sapi…..

Dongeng: anak kerang

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.”

Si ibu terdiam, sejenak, “Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat”, kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna.

Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Sumber: unknown

Asal muasal Wayang Potehi Semarang

Selasa, 26 Januari 2009 (Tahun Baru Imlek)

Thio Tiong Gie, Benteng Terakhir Wayang Potehi Semarang
Hanya Punya Satu Asisten, Anak Lebih Suka Barongsai

Setengah abad mendalang, dia masih saja hidup di petak sempit sebuah gang buntu. Padahal, dia mewarisi satu kesenian penting Tionghoa yang kini sudah menjadi bagian budaya Indonesia.

ANTON SUDIBYO, Semarang

THIO Tiong Gie atau Teguh Chandra Irawan adalah satu-satunya dalang wayang potehi di Semarang, bahkan Jawa Tengah. Secara nasional pun, ketokohan Tiong Gie dalam jagat pakeliran potehi diakui. Sulit dicari tandingannya.

Kini umurnya sudah 76 tahun. Namun, kemahiran dia mendalang seolah tak luntur. Intonasi, aksen, dan cengkok nyanyiannya meliuk-liuk indah. Keterampilan dia didukung penguasaan dialek Hokkian yang mumpuni. Karena itu, dia paham betul letak penekanan kata dan cara menghayatinya.

Meski begitu, Tiong Gie harus berjuang mempertahankan potehi yang nyaris hilang. Tidak hanya disebabkan dia satu-satunya dalang dan sudah uzur. Namun, tutur dalang yang bermukim di Jalan Petunduhan, Kampung Pesantren, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah, tersebut, potehi memang sedang luntur.

Menurut dia, kondisi itu tak lepas dari sikap represif pemerintah Orde Baru yang melarang segala sesuatu yang berbau Tionghoa. Ditekan selama 32 tahun, pelestari potehi pun sulit tumbuh.

Tiong Gie hanya punya seorang asisten setia, Oei Tjiang Hwat. "Anak-anak saya lebih suka barongsai. Ya bagaimana? Dalang memang tidak menguntungkan secara finansial," terangnya.

Meski begitu, semangat Tiong Gie tampaknya tak ikut luntur. Pribadi yang keras terlihat dari suaranya yang tegas. Daya ingatnya juga kuat. Tak berlebihan jika dia mengaku sebagai ahli sejarah dan pengajar, selain menjadi dalang.

Menurut dia, potehi sebetulnya berarti wayang kantong. Poo berarti kain, tay berarti kantong, dan hie berarti wayang. Badan berupa kantong kain sekaligus menjadi baju si tokoh wayang yang berwarna-warni dan berpola indah. Di bagian atas kantong ada kepala wayang yang terbuat dari kayu dan dicat dengan berbagai mimik berbeda. Ada yang tampak baik hati, ada pula yang bengis sekali.

Pementasan wayang potehi menggunakan panggung berukuran sekitar 3 x 3 meter. Di dalamnya ada dua orang yang memainkan wayang dengan menggunakan jari tangan. Kemudian, di belakangnya duduk para penabuh musik. Setidaknya, ada empat orang yang memainkan alat musik. Mereka, antara lain, memainkan siauw ku (kecer besar), er hu (musik gesek mirip rebab), dong kauw (semacam ketipung), dan trompet.

Lakonnya sangat beragam. Salah satu yang terkenal adalah Sie Jin Kwie. Juga ada cerita menarik lain, seperti Hong Kiam Cun Ciu, Cun Hun Cauw Kok, dan Poei Sie Giok. Cerita-cerita itu dimainkan dengan dukungan seratus karakter tokoh wayang.

Pementasan wayang tersebut berbeda wayang purwa atau wayang golek Sunda yang selesai dalam satu malam. Episode yang dimainkan dalang wayang potehi mirip cerita bersambung, yakni panjang. Idealnya, cerita wayang potehi menghabiskan waktu sekitar 1,5 bulan dan dimainkan selama empat jam sehari.

Menurut bapak tujuh anak sekaligus kakek 16 cucu tersebut, wayang potehi lahir dari penderitaan empat terpidana pada zaman Dinasti Siong Theng, 3 ribu tahun lalu. Dikisahkan, Raja Tiu Ong yang bengis memutuskan untuk menghukum mati empat narapidana.

Merasa nyawa mereka berada di ujung tanduk, tiga orang di antaranya menjadi sedih, tak mau makan dan tidur, serta selalu menangis. Yang seorang ternyata cukup tabah menghadapi kenyataan. Dia menyarankan lebih baik bergembira sebelum mati kepada teman-temannya. Mereka lantas berinisiatif mencari sesuatu di dalam penjara untuk bunyi-bunyian. Ada tutup panci yang dipakai sebagai kecer dan dijadikan gembreng serta tangkai sapu bambu dengan pecahan beling yang dibuat suling.

Alat-alat tersebut dipukul-pukulkan untuk mengiringi cerita kebaikan raja-raja yang bengis. Anehnya, oleh para narapidana tersebut, raja yang bengis itu dikisahkan baik dan bijaksana.

Narapidana tabah tersebut memakai sepotong kain bekas dengan salah satu ujung diikat menjadi kepala. Ujung lainnya dijadikan badan boneka raja. Permainan itu akhirnya terdengar oleh Raja Tiu Ong. Raja yang senang dengan cerita tersebut lalu membebaskan mereka. Dalam hikayat, Tiu Ong belakangan menjadi raja yang betul-betul arif.

Bisa jadi nasib Tiong Gie sama dengan para narapidana itu. Dia masih terus memainkan wayang potehi meskipun berada di bawah tekanan rezim yang bengis. Entah sampai kapan. (*/dos)

Cerita Motivasi/Classical Motivation Story (part 3 of 4)

Hati Sang Ibu

Alkisah, di sebuah kerajaan, sang raja yang memerintah sangat mencintai rakyatnya. Dia menjalankan pemerintahan dengan bijaksana dan selalu mengharapkan semua rakyatnya hidup dalam damai dan bahagia.

Suatu ketika, raja merasa risau hatinya karena ada mendengar seorang ibu di kerajaannya yang tidak bahagia. Si ibu tua ini telah bertahun-tahun tidak pernah tertawa. Kehidupannya hanya dilewati dengan bermuram durja disertai kecemasan yang selalu menghiasi raut mukanya. Meski telah dicoba dengan berbagai macam cara, tetap saja tidak ada yang bisa membuat sang ibu tua itu tertawa.

Ibu tua itu mempunyai dua orang anak. Keduanya adalah saudagar yang sukses. Yang sulung adalah saudagar paying, sedangkan si bungsu adalah saudagar sepatu. Bila musim hujan tiba, si ibu khawatir dagangan sepatu si bungsu tidak laku. Sebaliknya, bila musim panas tiba, si ibu mengkhawatirkan dagangan payung si sulung yang tidak laku. Itulah yang membuat hidup si ibu selalu diliputi dengan kekhawatiran dan kecemasan sehingga dia tidak bisa gembira dan tertawa.

Mendengar keadaan ini, sang raja memanggil para menterinya untuk membantu kesulitan si ibu. Kata sang raja kepada bawahannya, “Siapa saja yang bisa membuat si ibu tertawa, akan disediakan hadiah khusus dari raja.”

Seorang menteri yang terkenal periang segera mengajukan dirinya sendiri dan menyanggupi membuat si ibu tertawa. Sang raja segera menyuruh menteri menjalankan misinya. Menteri itu dipertemukan dengan ibu tua tsb. Lantas, si menteri maju ke depan si ibu tua. Setelah memperkenalkan diri dengan wajah ceria dan senyum ramah, dia berbisik-bisik di telinga si ibu. Ajaibnya, setelah mendengar bisikan si menteri, raut muka si ibu berubah ceria dan perlahan mulai tersenyum, bahkan kemudian tertawa-tawa kecil dengan gembira.

Sang raja dan semua yang hadir di situ keheranan dan penasaran bertanya-tanya, apa gerangan kata-kata yang dibisikkan si menteri. Si menteri menjawab, “Sangat sederhana Baginda. Saya cuman bilang, saat musim hujan tiba, ingatlah dagangan paying si sulung yang bakal laku keras. Bayangkan keuntungan dan kebahagiaan si sulung dan keluarganya di musim hujan. Kemudian, jika saat kemarau tiba, cobalah ingat dagangan sepatu anak bungsunya yang pasti laku keras, dimana saat itu tentu si bungsu tengah menghitung setiap sen keuntungan yang masuk ke kantongnya. Saya juga menasihatinya, agar jangan berpikir yang tidak laku, tetapi berpikirlah yang laku saja. Pikirkanlah sisi yang membahagiakan. Tuhan pasti selalu menyayangi umatNya yang mau bersyukur dan mau menghargai rejeki yang dilimpahkan oleh-Nya.”

Raja senang sekali melihat tawa bahagia si ibu dan segera memberi hadiah kepada menterinya. “Terima kasih Baginda. Sungguh hamba tidak mengharapkan hadiah ini. Justru hamba merasa bahagia dan bersyukur telah menjadi pembantu baginda raja yang bijak dan perhatian kepada rakyatnya. Semoga baginda senantiasa diberi kesehatan dan umur panjang oleh Yang Maha Kuasa,” ucap si menteri sambil memberi hadiah dengan penuh senyum dari sang raja.

Pembaca yang berbahagia,
Manusia memang kadang-kadang hanya melihat dari sisi yang negative dan yang merugikan saja. Akibatnya, manusia menjadi korban dari cara pandang yang sempit dan dangkal. Segala sesuatu yang dipandang negative itu akan mempengaruhi pola pikir sehingga yang negative menutupi hasil lain yang lebih positif.

Kadang, saat kita gagal, kita lupa bahwa kita pernah berhasil. Hal inilah yang seringkali melemahkan mental kita, kadang membuat kita tak bersemangat dalam hidup. Akibatnya, masalah yang terkesan sepele menjadi terasa sangat berat. Kesalahan kecil yang seharusnya bisa segera diperbaiki, justru menjadi berlarut-larut. Jika itu yang terjadi, semangat luar biasa yang seharusnya bisa membangkitkan diri, kita bisa tenggelam oleh pandangan yang salah tentang kehidupan ini.

Karena itu, gai bian si xiang, kita perlu mengubah pola pikir kita. Kita harus melihat dari berbagai sisi kehidupan. Bahwa roda kehidupan selalu berputar. Saat mengalami masalah atau kegagalan, kita perlu mengingat masa di mana kita pernah berhasil. Dengan begitu, semangat kita akan terus menyala untuk membangkitkan diri kita dari keterpurukan mental.

Bila kita mampu melihat sisi yang positif dari setiap situasi yang muncul, semua yang tadinya gelap bisa menjadi terang. Yang tadinya negatif, akan berubah menjadi positif. Perasaan yang cemas gelisah akan berubah menjadi sesuatu yang menggembirakan. Sesungguhnya, dalam menghadapi semua situasi yang berubah terus menerus, selama kita memiliki kebijakan dan kekayaan mental dalam menghadapi semua itu, niscaya kita akan menjadi zheng zheng de sheng li zhe, pemenang yang sesungguhnya.


Source: 18 wisdom & success - by Andrie Wongso

English

A mother’s Heart (mu qin de xin)

Once upon a time, there was a kingdom. The king loved his people very much. He governed wisely and he always hoped that all his people lived peacefully and happily.

One day, the king became restless because he heard that there was an unhappy mother in his kingdom. For many years, this mother had never laughed. She lived her life with a gloomy and anxious face. Although so much had been done to make her laugh, nothing worked.

This old mother had two children. Both of them were successful merchants. The older one sold umbrellas, while the younger one sold shoes. When the rainy season came, the old mother was worried about her second son’s business. “Will his shoes sell well?” On the other hand, when the dry season came, she was worried about her first son’s business. “Will his umbrellas sell well?” Always with this way of thinking which was full of worry and anxiety, she could not laugh. How could she be happy?”

The king called all his ministers to help the old mother. “Announce that the king will give a special present to whoever can make her laugh,” he said.

A cheerful, funny minister directly volunteered. The king ordered him to start right away. A meeting with the old woman was arranged.

With a happy and smiling face, the minister introduced himself to the old woman. Then, he came closer to whisper on her ear. How amazing! As soon as she heard the words of the minister, the woman’s face changed! She looked cheerful and even started to smile. Later she burst out giggling happily.

The king and all the audience were surprised. “What has he told her?” they wondered. The minister answered, “Very simple, Your Majesty. I just told her, ‘when the rainy season comes, remember your first son’s umbrellas which will sell very well. Imagine how much profit he gets, and how happy his family is. And when the dry season comes, remember your second son’s shoes which will sell very well. Imagine your second son counting the profit he earns.” I also told her to think of what sells well, not of what does not sell. I asked her to think of good things only. God always blesses his children as long as they are grateful and can appreciate His blessings.”

The king felt very happy to see the woman’s happy face. He gave the minister a present. “Thank you, Your Majesty. I did not expect to get this. I was just happy to help a wise and loving king like you. May God give you health and long life,” said the minister gratefully as the king gave him the present with a smile.

Dear Happy Readers,


Sometimes we just see things from the negative point of view. As a result, we fall victim to this narrow and shallow way of thinking. Things viewed negatively will affect our mind so that the negative things overpower the positive.

When we fail and we forget that we have experienced successes, then our mental strength weakens. We lose our energy and motivation in life. A small trivial problem looks so big and hard. A small mistake, which is actually so easy to correct, becomes a thorn in the flesh. Because of this wrong view, the enormous energy we are endowed with will sink.

Therefore, gai bian si xiang, we need to change our way of thinking. We must see life from different angles. We must understand that the wheel of life always turns around. When we are in trouble or failure, let us recall those successes we had! That way, our enormous energy will keep burning to help us go on struggling. Don’t ever quit.

The ability to see everything from positive sides will enable us to go from darkness to brightness. The negative will be replaced by the positive. The anxious restlessness will change to a happy state. Actually, in facing this ever-changing life, everything will be OK as long as we have the wisdom or mental wealth. We shall be zhen zheng de sheng li zhe, real winners!

Cerita dari Yordania - Putri Tercantik

Dahulu kala ada seorang raja yang mempunyai seorang putra. Raja itu sudah tua dan suatu hari ia merasa bahwa dirinya sudah tidak akan lama lagi hidup di dunia. Raja itu sangat sayang kepada rakyatnya, untuk itu harus ada orang yang menggantikan kedudukannya. Maka, dipanggilnya putranya yang bernama Pangeran Hasan utk menghadap.

Raja berkata, “Putraku, barangkali aku tidak lama lagi hidup. Karena itu, carilah seorang putri yang baik budi sebagai teman hidupmu, sehingga nanti jika engkau menggantikan aku menaiki tahta kerajaan, ada seorang permaisuri yang bijaksana duduk di sampingmu membantu engkau.”

Sedih hati Pangeran Hasan mendengar perkataan ayahnya itu. Tetapi, karena ia sangat taat kepada orang tuanya, maka ia pun bersembah sujud meminta berkat dari ayahnya sebelum berangkat mencari putrid yang baik budi itu.

Setelah seminggu dalam perjalanan, sampailah ia di istana yang terletak di tengah-tengah taman yang indah. Dan di dalam taman itu dilihatnya empat putri yang elok-elok rupanya. Dengan girang ia pun turun dari kudanya dan mengetok pintu gerbang istana itu. Melihat gagahnya pakaian tamu yang datang itu, maka serdadu pengawal pun segera membuka pintu dan Pangeran Hasan diiringi para prajurit menghadap Raja yang tinggal di istana itu.

Hati Raja sangat tertarik melihat Pangeran Hasan dan setelah didengarnya bahwa maksud Pangeran Hasan datang berkunjung ke istana itu adalah untuk meminang putrinya, ia pun bersuka hati dan segera disuruhnya ke empat putrinya untuk menghadap. Setelah berhias terlebih dahulu, maka putri-putri itu pun datang di hadapan ayahnya.

“Pilihlah, siapakah yang engkau sukai dari keempat putriku ini?” kata Raja kepada Pangeran Hasan.

Akan tetapi, Pangeran Hasan tidak dapat lagi berkata-kata karena demikian terpesonanya melihat kecantikan putri-putri itu. Ia tidak tahu siapa yang harus dipilihnya. Dan yang lebih mengagumkannya lagi ialah tangan putri-putri itu. Belum pernah dilihatnya tangan yang seelok itu. Yang sulung selalu melindungi tangannya terhadap sinar matahari, sehingga tangan itu nampak halus seperti gading.

Yang kedua memberi warna pada kuku-kuku jemarinya yang lentik bagai bulu landak sehingga nampak indah, yang ketiga membasahi tangannya dengan air bunga-bungaan, sehingga harum semerbak baunya. Hanya tangan putri bungsu lah tidak memakai hiasan apa-apa, sehingga nampak sederhana tapi bersih.

Pangeran itu ragu-ragu. Semua putri itu sama eloknya. Siapakah dari keempatnya yang harus dipilihnya menjadi calon istrinya? Ia benar-benar bingung. Kemudian ia pun mengundurkan diri. Ia hendak berpikir, mencari akal, bagaimana dapat diketahuinya siapakah dari putri-putri itu yang layak menjadi permaisuri.

Keesokan harinya, Pangeran Hasan datang kembali ke istana, tetapi bukan dengan pakaian yang indah-indah, melainkan menyamar sebagai seorang pengemis. Pakaiannya compang-camping dan di dagunya diikatkannya janggut palsu. Dari jauh sudah dilihatnya putri-putri itu sedang bermain-main di taman. Didekatinya taman itu dan diulurkannya tangannya dari celah-celah pagar meminta sedekah.

Putri-putri itu mula-mula terkejut melihat pengemis itu, tetapi kemudian menjadi marah dan jijik. Dipanggilnya pengawal supaya diusirnya pengemis itu. Hanya putri bungsu yang tidak memanggil pengawal. Ia sangat kasihan melihat peminta-minta itu. Dikeluarkannya uang dari sapu tangannya dan diberikannya secara langsung kepada pengemis itu seraya berkata, “Ini, Pak. Belilah makanan, dan kalau uang itu habis, datanglah kembali kemari, nanti akan kuberi lagi.”

Akan tetapi, dengan sekonyong-konyong pengemis itu membuka janggut palsunya serta topi rombengnya, dan dengan tercengang-cengang putri itu melihat Pangeran Hasan berdiri di hadapan mereka. Pangeran Hasan pun berkata, “Bukan tangan putih seperti gading, bukan jari-jari laksana duri landak, bukan tangan yang semerbak baunya, melainkan tangan yang diulurkan menolong yang miskin, itulah tangan yang seindah-indahnya.”


Kemudian putri yang bungsu itu pun dibawa Pangeran Hasan ke rumah orang tuanya dan ketika ia menggantikan ayahnya di atas tahta kerajaannya, putri yang baik budi itupun duduk di sampingnya sebagai permaisuri yang bijaksana.

Cerita dari Jepang: Ito & Burung Berleher Panjang

Pada zaman dahulu, di Jepang, hiduplah seorang petani muda bernama Ito. Dia menanami kebunnya dengan kacang, wortel, lobak, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Ia pun mengumpulkan kayu bakar untuk dijual di pasar.

Ito petani yang baik, dia selalu menolong orang miskin dengan memberi mereka makanan dan pakaian. Suatu hari, ketika pulang dari pasar, dia melihat seekor burung berleher panjang yang sangat cantik berada di dekat sebuah danau. Burung itu terbang rendah kemudian turun di pinggir danau. Ia mencari ikan untuk dimakan.

Tiba-tiba Ito melihat seorang pemburu berada di tengah-tengah ilalang sedang mengintai burung tersebut. Sang pemburu telah memasang anak panah di busurnya untuk membidik burung tersebut.

“Berhenti!” kata Ito setengah berteriak, “Jangan dibunuh!”

Burung berleher panjang kaget mendengar teriakan Ito. Lalu ia langsung terbang. Sang pemburu marah sekali kepada Ito. “Kenapa kamu lakukan itu terhadap saya? Gara-gara kamu burung itu jadi terbang.”

Ito mengambil uang dari dompet. “Ambillah uang ini sebagai pengganti burung itu,” kata Ito. “Saya tidak ingin melihat kamu membunuh burung cantik itu.”

Sang pemburu mengambil uang tanpa sedikit pun mengucapkan ‘terima kasih’ kepada Ito, dan ia segera berlalu.

Malam hari, Ito tidak bisa tidur. Ia memikirkan burung berleher panjang yang tak pernah dilihat seumur hidupnya.

Esoknya, seperti biasa, ia bangun pagi-pagi benar. Setelah matahari muncul dari balik bukit, ia pergi ke ladang. Sejurus kemudian, ia melihat burung berleher panjang yang dilihatnya kemarin terbang rendah mendekati dirinya.

“Turunlah ke sini!” teriak Ito, “Kamu boleh makan pagi denganku, di sini.”

Burung berleher panjang itu turun dan mendekati Ito. Kemudian, Ito menyodorkan nasi yang ada di tangannya.

“Saya dalam perjalanan,” ujar gadis itu, “Tetapi saya tersesat. Izinkan saya masuk agar badan saya hangat.”

Ito mempersilahkan tamunya masuk. Ia menyuguhkan semangkok sup hangat untuk sang tamu.

“Kamu benar-benar orang baik,” kata gadis itu, “Apa yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikanmu? Bila diizinkan aku akan membersihkan rumah kamu atau menjahit pakaian untukmu.”

Ito menyerahkan benang sutra yang diperoleh dari ibunya. Dia minta agar gadis itu menyulam benang itu. “Baiklah!” kata gadis itu, “Tetapi, kamu mesti berjanji tidak akan melihatku bekerja.”

Kemudian gadis itu pergi ke ruangan lain. Ito mendengar bunyi seperti mesin jahit. “Pasti gadis itu sedang menyulam,” pikir Ito.

Ia pun menepati janjinya tidak akan melihat bagaimana gadis itu bekerja. Selama beberapa hari ia tak pernah bertemu dengan sang gadis.

Ketika sudah selesai tugasnya, sang gadis keluar dari kamar. Ia menyerahkan hasil karyanya baju yang disulam dengan benang sutra.

“O, sungguh indah sekali. Aku tak pernah melihat ini sebelumnya,” kata Ito terkagum-kagum.

“Bawalah ke pasar dan jual-lah!” kata gadis itu. “Kamu akan mendapatkan banyak uang.”

Mula-mula Ito menolak, karena merasa sayang pakaian seindah itu dijual. Ketika gadis itu mengatakan dirinya akan kecewa jika Ito tidak mau menjualnya, akhirnya Ito bersedia pergi ke pasar dengan membawa sulaman sutera itu.

Seorang samurai ingin membeli pakaian itu. “Saya tak akan menjualnya,”jawab Ito. “Lalu kenapa barang itu kamu bawa ke pasar?”

Orang-orang di pasar pun mengerumuni Ito.

“Barang-barang itu mesti kamu jual,” kata mereka. “Kamu akan mendapat banyak uang.”

Seorang samurai membelinya. “Apa kamu masih memiliki yang lainnya? Saya akan membeli dengan harga yang kamu tawarkan.”

Dengan gembira Ito pulang. Ia menceritakan kepada sang gadis tentang bagaimana barang-barang itu memberinya keberuntungan.

Gadis itu kembali mengambil benang sutera, dan kembali menyulam pakaian lagi.

“Istirahatlah sebentar,” kata Ito. “Kamu harus makan dulu.”

Namun sang gadis menolak dan ia kembali masuk kamar, tempat ia menyulam.

Sudah cukup lama gadis itu bekerja. Ito pun berniat memasak makanan untuk gadis itu. Setelah matang, dia membuka kamar di mana sang gadis itu bekerja. Ketika Ito membuka pintu, tiba-tiba ada suara bergemuruh dan kilatan cahaya yang menyilaukan matanya. Ia tidak lagi melihat gadis itu ada di sana. Yang ia lihat burung berleher panjang itu sedang bekerja dengan paruhnya.

“Maa….., maafkan saya,” Ito menangis. “Saya lupa dengan janji saya bahwa saya tidak akan melihat kamu bekerja.”

Si leher panjang keluar dari rumah. Ito mengejar. Namun, belum sempat Ito menangkap si leher panjang, ia telah terbang ke langit.

“Tunggu! Tunggu!” Ito berteriak, “Saya janji, tidak akan pernah melihat kamu bekerja lagi. Percayalah!”

Namun, si burung leher panjang tidak mau mendengarnya. Dia tetap terbang hingga hilang dari pandangan matanya.

Saat itu Ito mendapati sulaman baju sutera menumpuk di rumahnya. Dia menjual barang-barang tersebut dan hidup berkecukupan.

Namun, ia tidak pernah bertemu lagi dengan burung berleher panjang itu walaupun ia telah mencarinya kemana-mana.

Dongeng: Terjadinya kota Singapura

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang sangat kuat bernama Sang Nila Utama. Dia tinggal di Palembang, daerah selatan pulau Sumatera. Dia memimpin kerajaan Sriwijaya.

Pada suatu hari, sang raja ingin berlayar mengelilingi pulau Bentang. Segala sesuatunya segera dipersiapkan untuk menuju pulau itu. Kapal pun dilengkapi dengan berbagai perbekalan. Kemudian, Sang Nila Utama dan para prajuritnya mulai berlayar.

Ketika mereka berada di tengah lautan, tiba-tiba ombak mengganas dengan disertai badai kencang. Keadaannya sangat kacu. Sang nakhoda merasa tidak sanggup menguasai keadaan.

“Yang Mulia, perjalanan tuan kali ini sangat berbahaya. Cuaca sangat tidak bersahabat,” kata nakhoda yang mengemudikan kapal Sang Nila Utama.

Hujan badai semakin kencang. Ombak tambah ganas. Air mulai masuk ke geladak kapal. Para prajurit sibuk membuang air itu kembali ke laut agar kapal tak tenggelam.

“Kita mampir dulu di pulau Tumasik. Itu satu-satunya pulau yang dekat dengan kapal kita. Kita berhenti di sana, menunggu badai yang mengganas ini reda,” sang raja memberi keputusan.

Nakhoda segera membelokkan kapalnya ke pulau tersebut. Akhirnya kapal berlabuh di pulau Tumasik dengan selamat. Angin ribut pun mereda. Mereka berjalan-jalan mengelilingi pulau itu sambil menunggu cuaca membaik. Mereka pun bisa melihat-lihat segala sesuatu yang ada di pulau tersebut.

Selama berjalan-jalan di sepanjang pantai pulau itu, Sang Nila Utama dan para pengikutnya menjumpai banyak pohon-pohon besar serta bermacam-macam bunga yang indah dipandang mata.

Saat mereka berjalan masuk lebih jauh ke dalam, menjauhi pantai, tiba-tiba Sang Nila Utama melihat binatang besar yang gagah, bulunya berwarna merah laksana matahari yang baru akan terbit. Kepalanya hitam dan dadanya berbulu putih, halus, ibarat salju.

Binatang itu lebih besar daripada domba. Hewan berkaki empat itu kemudian berjalan menjauhi Sang Nila Utama. Lalu ia hilang dalam kerimbunan hutan.

“Apakah itu?” tanya sang raja, “Saya belum pernah melihat binatang segagah dan semenarik seperti itu.”

“Itu singa, paduka,” jawab salah seorang pengikut raja.

“Menarik sekali jika binatang-binatang semacam itu banyak berkeliaran di sini. Tempat ini juga sangat baik utk didirikan kerajaan baru,” kata sang raja.

“Setuju sekali ayahanda,” kata sang pangeran yang ikut rombongan itu, “Saya pikir kita harus mengganti nama pulau ini untuk menandai kunjungan baginda.”

“Usulan yang bagus,” kata sang raja, “Bagaimana kalau kita menyebut pulau ini dengan ‘singapura’, yang artinya kotanya singa?”

Semua setuju atas usulan raja tersebut. Sejak itu pulau tersebut dinamakan Singapura.

Cerita dari Amerika: Anak Pembuat Sabun

Namanya, Samuel. Ia adalah seorang anak pembuat sabun yang tinggal di sebuah kota kecil yang letaknya tidak jauh dari kota New York. Pekerjaan sehari-hari Samuel membantu ayahnya membuat sabun. Sudah bertahun-tahun mereka membuat sabun yang dijualnya kepada penduduk setempat, namun perusahaan mereka tidak maju-maju juga. Samuel dan ayahnya tetap hidup miskin. Bahkan, perusahaan mereka akhirnya bangkrut. Samuel terpaksa berhenti sekolah karena ketiadaan biaya.

Dalam keadaan terjepit, Samuel mengambil keputusan untuk mengadu nasib ke kota New York. Siapa tahu di kota besar itu hidupnya berubah. Ia tidak memiliki ketrampilan apa-apa, kecuali membuat sabun. Saat itu umurnya baru 15 tahun, tetapi ia merasa sudah cukup besar untuk merantau dan berdiri sendiri.

“Berani engkau berangkat sendiri ke kota besar itu, Nak?” tanya ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

“Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum orang itu sendiri yang mengubah nasibnya, Ayah!” jawab Samuel, mantap.

Ayahnya hanya bisa memberkati Samuel dengan doa. “Semoga keberhasilan menyertai perjalananmu, Nak,” kata Ayahnya.

Maka, dibungkusnyalah pakaian serta semua alat yang diperlukannya untuk membuat sabun dan ia pun berangkat.

Ketika menaiki kapal yang menyeberangkannya lewat sungai, Samuel bertemu dengan Kapten Kapal yang dikenalnya. Kapten Kapal itu adalah sahabat ayahnya. Umurnya juga sudah tua, tetapi ia baik hati dan hidupnya selalu tampak ceria. Hal ini terpancar dari wajahnya. Samuel tahu, sahabat ayahnya itu adalah orang saleh dan penganut agama yang teguh. Samuel sangat senang bertemu dengannya.

“Mau ke mana engkau, Samuel? Dan, bungkusan apa yang kaubawa itu?” tanya Kapten Kapa.

Samuel menjawab bahwa ia akan berangkat ke New York untuk mencari nafkah sendiri dengan membuat sabun dan lilin.

“Perusahaan Ayahku bangkrut,” jelas Samuel.

“Bagus sekali tekadmu itu. Tetapi, sebelum sampai di tanah New York, maukah engkau kuberi nasihat? Mari kita berdoa dulu kepada Tuhan di dalam,” kata Kapten Kapal sambil mengajak Samuel ke ruang nahkoda.

Di ruangan itu, mereka pun berlutut dan Kapten Kapal itu meminta rahmat Tuhan atas diri Samuel dalam perantauannya di kota besar itu. Setelah itu mereka berdiri kembali.

Kapten Kapal yang sudah tua itu pun berkata, “Nah, sekarang dengarlah nasihatku. Engkau akan membuat sabun di kota New York. Itu bagus sekali. Kini belum ada perusahaan sabun yang sanggup menguasai pasaran sabun di sana. Kalau tidak hari ini tentu besok akan muncul seseorang dari kalangan tukang-tukang sabun itu yang akan menempati kedudukan tertinggi. Mungkin orang lain, tapi mungkin juga engkau. Saya berharap orang yang akan sukses itu adalah engkau. Jagalah dirimu baik-baik.

Berikan hatimu kepada Tuhan berapa yang menurut pikiranmu harus kau serahkan kepadaNya. Kau pun harus banyak beramal, membantu orang-orang miskin. Hiduplah dengan jujur dan jangan sesekali menipu. Buatlah sabun yang baik dan saya yakin engkau kelak akan kaya!”

Sebentar kemudian, sampailah kapal di pelabuhan. Samuel menyalami Kapten yang baik hati itu dan mengucapkan terima kasih. Nasihat lelaki tua itu akan diingatnya benar. Lalu, ditinggalkannya sahabatnya itu dan berangkat menuju kota New York yang baru pertama kali itu dikunjunginya.

Mula-mula sangat susah baginya mencari pekerjaan. Tetapi Samuel bukan orang yang lekas putus asa atau seorang pemalas. Hatinya tetap teguh dan berkat rajinnya ia berjalan mencari pekerjaan, akhirnya berhasil juga ia mendapatkan pekerjaan sebagai seorang gajian harian di suatu perusahaan sabun yang sedang berkembang.

Selama berada di kota besar itu, ia tidak pernah lupa akan nasihat lelaki tua di kapal itu. Ia pun rajin dating ke gereja. Di sana disumbangkannya sepersepuluh dari gajinya, yakni sepuluh sen, untuk rumah Tuhan. Majikannya senang melihat pekerjaan Samuel. Anak itu rajin, cekatan, dan tidak pernah mengeluh. Perusahaan sabun itu pun maju pesat. Tidak berapa lama kemudian, Samuel diangkat menjadi pegawai tetap dan gajinya tidak lagi harian, melainkan bulanan. Sudah tentu penghasilan Samuel lebih besar dari sebelumnya. Samuel semakin rajin pula datang ke rumah Tuhan dan menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk orang-orang miskin. Dengan beramal, uang Samuel bukan berkurang, tetapi justru bertambah. Bahkan dengan uang tabungannya, lambat laun ia sanggup membeli sebagian saham dari perusahaan sabun tersebut.

Sekarang Samuel telah masuk ke dalam golongan orang berada di kota New York, tetapi ia tidak pernah lupa menyerahkan sepersepuluh dari seluruh pandapatannya untuk rumah Tuhan.

Kini yang sepersepuluh itu bukan lagi 10 sen, melainkan ribuan dollar. Dan hartanya kian hari kian bertambah juga. Lalu disumbangkannya dua persepuluh, tiga persepuluh, bahkan hingga empat persepuluh kepada orang-orang miskin yang butuh bantuan, kekayaannya justru semakin berlipat ganda. Ia sama sekali tidak mengerti dengan keajaiban tersebut, tapi ia percaya bahwa semua ini terjadi adalah berkat kuasa Tuhan. Kemudian diberikannya setengah dari pendapatannya kepada Tuhan, namun perusahaannya semakin bertambah maju juga. Akhirnya seluruh pendapatannya diserahkannya bulat-bulat kepada Tuhan, dan keuntungan perusahaan hingga sekarang ternyata masih bertambah-tambah juga.

“O, demikianlah rupanya Tuhan memberi rahmat-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya,” gumam Samuel semakin meyakini adanya Tuhan.

Namun dari semua itu, satu hal yang tidak pernah dilupakannya seumur hidupnya adalah nasihat Kapten Kapal saat ia menyeberang sungai untuk pertama kalinya menuju kota New York. Sayang, lelaki tua yang baik hati itu sudah meninggal dunia.

Siapakah sesungguhnya Samuel itu? Nama lengkapnya adalah Samuel Colgate, dan nama Colgate ini sekarang terkenal dengan produk-produk sabun, minyak wangi, sampo, obat gosok gigi dan barang-barang lainnya yang menyebar ke seluruh dunia.

Pengertian DONGENG

PENGERTIAN DONGENG

Dongeng termasuk dalam cerita rakyat lisan. Menurut Danandjaja (1984) cerita rakyat lisan terdiri atas mite, legenda, dan dongeng. Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohkan oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, bukan di dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sedangkan legenda adalah cerita rakyat yang mempunyai cirri-ciri mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Legenda ditokohkan oleh manusia, walaupun kadang-kadang mempunyai sifat luar biasa dan sering kali dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya, dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga dongeng yang melukiskan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan sindiran.

Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson, dongeng dikelompokkan dalam empat golongan besar, yaitu :

1. Dongeng binatang

Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang peliharaan atau binatang liar. Binatang-2 dalam cerita jenis ini dapat berbicara atau berakal budi seperti manusia. Di Negara-negara Eropa binatang yang sering muncul menjadi tokoh adalah rubah, di Amerika Serikat binatang itu adalah kelinci, di Indonesia binatang itu Kancil dan di Filipina binatang itu kera. Semua tokoh biasanya mempunyai sifat cerdik, licik dan jenaka.

2. Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia atau biasanya adalah kisah suka duka seseorang, misalnya dongeng Ande-Ande Lumut, Joko Kendil, Joko Tarub, Sang Kuriang serta Bawang Putih dan Bawang Merah.

3. Lelucon atau anekdot
Lelucon atau anekdot adalah dongeng yang dapat menimbulkan tawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya. Meski demikian, bagi masyarakat atau orang menjadi sasaran, dongeng itu dapat menimbulkan rasa sakit hati.

4. Dongeng Berumus
Dongeng berumus adalah dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng ini ada tiga macam, yaitu dongeng bertimbun banyak (cumulative tales), dongeng utk mempermainkan orang (catch tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales)

Pada mulanya kegiatan bercerita atau menuturkan cerita hanya dilakukan dan ditujukan untuk orang dewasa, misalnya para prajurit, nelayan, dan musafir yang sering kali tidur di tenda-tenda. Biasanya yang diceritakan adalah cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut.

Namun, pada beberapa kebudayaan, para orang tua dan muda berkumpul bersama untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh seorang tukang cerita atau pendongeng yang di beberapa kebudayaan biasanya merangkap sebagai tabib. Selain menyampaikan hiburan, pendongeng biasanya juga menyampaikan atau mengajarkan adat kebiasaan dan moral kepada orang muda

Masyarakat Indonesia sudah mengenal dongeng sejak zaman dulu. Di Sumatra misalnya, ada orang yang biasa disebut “pelipur lara”. Pelipur lara adalah punggawa kerajaan yang bertugas menghibur raja, permaisuri, dan anggota keluarga istana lainnya. Di Aceh tukang cerita disebut “pmtoh (kope)”, sedangkan di Jawa ada yang disebut sebagai “tukang kentrung”. Tukang kentrung berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil membawa semacam tambur yang disebut “terbang”. Di Jakarta (Betawi) ada “syahibul hikayat”. Mereka mendongeng sambil diiringi alat-alat tersebut dan cerita-cerita yang dituturkan biasanya bersifat religius atau magis.

Pada perkembangan selanjutnya, kegiatan mendongeng kemudian diambil alih oleh para pengasuh anak, orang tua, serta nenek dan kakek, terutama sejak ditemukannya mesin cetak pada abad kelima belas atau tepatnya pada tahun 1450, sehingga penuturan cerita yang biasanya dilakukan oleh para penutur cerita tradisional semakin menyurut karena orang mulai membaca buku cerita sendiri.

Kini kegiatan bercerita atau menuturkan cerita secara lisan, yang biasanya dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya, lebih sering disebut mendongeng. Di Indonesia cerita-cerita yang didongengkan bermacam-macam, bisa berupa mite, legenda, atau dongeng. Cerita-cerita tsb kemudian menjadi bagian dari budaya masyarakat dan kegiatan mendongeng menjadi sebuah tradisi yang diturunkan secara turun temurun. Cerita atau dongeng yang disampaikan biasanya berisi pesan moral dan ajaran-ajaran budi pekerti bagi pendengarnya, dan biasanya disampaikan dengan bahasa kiasan atau dengan kalimat yang diperindah.

Dongeng berkembang terus baik bentuk maupun cirri-cirinya. Beberapa dongeng biasanya dihafalkan oleh si pendongeng hingga ia bisa menceritakannya ulang kepada para pendengar, dan akhirnya pendongeng akan selalu punya keinginan mendongeng. Dongeng itu sendiri banyak ragamnya, tergantung dari latar belakang budaya tempat dongeng itu berada atau berasal. Meski demikian, dongeng tidak seratus persen menjadi cerminan dan karakter masyarakat tempat dongeng itu berkembang. Boleh juga dikatakan dongeng dan mendongeng sebagai cerminan atau jejak akar budaya daerah tempat munculnya kebiasaan-2 dari kehidupan masyarakatnya. Namun, masyarakat di Jepang tidak menganggap cerita di dalam dongeng benar-benar terjadi. Hal ini disebabkan karena dongeng tidak terikat pada tempat dan waktu, dan juga tidak terikat siapa yang harus mendongeng.

Mendongeng harus dilakukan dengan cara-cara yang benar, seperti orang tua yang sedang memberi nasihat atau mengajarkan sesuatu kepada anaknya, yaitu harus dilakukan dengan cara lemah lembut dan penuh kasih sayang. Di beberapa Negara, seperti Indonesia, Jepang, atau Filipina, dongeng seringkali disampaikan dengan menggunakan alat peraga berupa boneka atau wayang (traditional puppet)

Seorang budayawan dan ahli sastra yang peduli akan pelestarian cerita-cerita rakyat, khususnya cerita bagi anak-anak Indonesia, Ibu Faizah Sulaiman Bustam Kamri, menyatakan bahwa sastra rakyat – khususnya sastra lisan – boleh dijadikan sumber pengajaran yang menarik bagi pengajaran bercerita. Di dalam kuliahnya, Ibu Faizah menegaskan bahwa di dalam bercerita juga diperlukan adanya ketertarikan pada sastra, dan kemampuan atau skill yang dimiliki seseorang akan membantu mengalirkan cerita menjadi sastra lisan. Secara tidak langsung penutur cerita dapat disebut sebagai pendongeng, karena biasanya ia sudah mampu untuk menguasai bagian-bagian yang harus dikuasai oleh seorang pendongeng, misalnya mengatur alur cerita dan juga mampu mengatasi emosi para pendengar dongengnya, dan terutama emosinya sendiri.

Hal penting yang akan Anda dapatkan saat mendongeng, yaitu secara tidak sadar Anda akan mengungkapkan imajinasi dan pikiran Anda dengan cara bermain dan gembira. Saat mendongeng, Anda akan dapat menumpahkan perasaan dan emosi positif, menunjukkan jati diri, bersosialisasi, memberikan pengetahuan kepada orang lain, memberikan kegembiraan kepada orang lain, menebarkan pesona yang terpendam dalam diri Anda yang selama ini belum terungkap, dan juga menciptakan pertemuan kecil yang amat bermanfaat.

Khusus bagi anak, dongeng dapat memberikan rangsangan bagi kecerdasan anak, karena melalui kegiatan bermain, bercanda, dan berinteraksi, maka kemampuan berpikir logis dan rasional akan terpacu sehingga membantu percepatan belajar anak (accelerated learning). Dampak positif yang nyata pada anak adalah munculnya perkembangan dan kemampuan emosi (emotional quotion) anak dengan sendirinya (tanpa paksaan) sehingga akan terbentuk sikap kreatif, ramah, mudah bergaul, spontan dalam merespons sekitarnya, dan terbangun empati pada lingkungan dan orang lain yang ada disekitarnya.

Ada baiknya kita menepis kesalahpahaman terhadap dongeng sebagai bualan, omong kosong, atau cerita bohong belaka. Sebaliknya, bila kita menaruh empati dan harapan positif pada dongeng, niscaya kita akan menggali dan mendapatkan manfaat yang berlimpah dari dongeng dan mendongeng.

Setelah memahami arti dongeng dan mendongeng, maka penulis akan mengajak pembaca utk melaksanakan dan merealisasikan keinginan untuk mendongeng yang selama ini terpendam.

Penulis, Kak Agus DS

Membangun Kreativitas Berbahasa Anak Melalui Cerita Boneka Tangan

Membangun Kreativitas Berbahasa AnakMelalui Cerita Boneka Tangan
(Oleh: Sulfi Alhamdi)
-Telah ditampilkan dalam seminar Nasional Bahasa da Sastra Indonesia XVI (HPBI)
di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
16-18 Mei 2008
Abstrak
Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan yang menggunakan bahasa Indonesia memiliki kendala dalam berbicara/berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Salah satu kendala tersebut adalah besarnya pengaruh penggunaan bahasa ibu tersebut terhadap kebiasaan dan kerangka berfikir mereka. Ketika seorang anak berada di lingkungan di mana ia harus berbahasa Indonesia (di sekolah), ide-ide kreatif mereka terhalang, karena berada dalam tekanan, bahwa apa yang diungkapannya harus berbahasa Indonesia yang bisa dimengerti oleh orang yang mendengarkannya pada saat itu. Dengan mendongeng dapat menciptakan suasana santai, sehingga anak bisa rileks dan menyatu dengan suasana yang tercipta ketika mendongeng sedang berlangsung. Dan pada akhirnya memunculkan kreativitas mereka dalam berbahasa yang bertujuan untuk mengungkapkan ide-ide kreativitas itu sendiri.

Pendahuluan
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa adalah alat komunikasi. Menurut Ricard (dalam Tarigan 1990 : 13) mengatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran ide-ide, gagasan-gagasan, informasi dan sebagainya antara dua orang atau lebih. Ketika komunikasi itu berlangsung dalam satu komunitas bahasa tertentu maka proses penyampaian ide-ide tersebut tidak akan mengalami banyak masalah, begitu juga pada anak usia dini. Akan tetapi ketika mereka berbicara dengan bahasa Indonesia, terutama pada situasi formal di dalam kelas, mereka akan menemui kendala. Kendala tersebut tidak lain adalah penggabungan ide-ide tersebut dengan bahasa yang akan digunakan. Kita harus ingat dan tidak perlu malu bahwa buat sebagian besar rakyat kita, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua (Tarigan 1988 : 127).
Kemampuan berkomunikasi, berbicara dan berbahasa dapat diperoleh dimana saja dan kapan saja. Mulai dari lingkungan keluarga kecil, keluarga besar, lingkungan sekitar tempat tinggal, dan sekolah. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa buat berkomunikasi. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh, juga merupakan bawah sadar (Tarigan 1988 : 127).
Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak usia dini secara formal dapat diperoleh di sekolah. Sekolah taman kanak-kanak (TK) yang ada, terutama di kota Palembang menawarkan berbagai macam program pembelajaran yang mendukung kemampuan berkomunikasi tersebut. Salah satunya adalah mengadakan kelas mendongeng. Selain mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak, mendongeng juga memiliki nilai hiburan terhadap anak. Banyak aspek pendidikan yang terdapat dalam mendongeng. Dongeng mengajarkan banyak hal selain itu tidak ada anak yang tidak suka mendengarkan dongeng.Tidak ada anak yang tidak senang mendengarkan dongeng. Entah itu dongeng yang dibacakan dari buku atau dongeng yang telah sangat melekat di benak orangtua sehingga dapat disampaikan secara lisan dengan improvisasi di sana sini. Buktinya tokoh dalam dongeng akan selalu diingat oleh anak bahkan hingga mereka dewasa, baik yang baik maupun yang jahat. Ternyata dongeng memiliki banyak manfaat bagi anak. Sebut saja mengembangkan daya pikir dan imajinasi, kemampun berbicara, serta daya sosialisasi karena melalui dongeng anak dapat belajar mengakui kelebihan orang lain sehingga mereka menjadi lebih sportif (geodesy.gb.itb.ac.id : 2007).
Untuk mendongeng dibutuhkan kemampuan khusus bagi penyampainya. Dongeng lebih dikenal sebagai kegiatan yang dilakukan di rumah yang bertujuan untuk menidurkan anak, atau mengisi waktu senggang dalam keluarga. Menurut psikolog Bibiana Dyah Sucahyani (Electronical publishing, Batam Pos on line akses 16-04-2007, pukul 09.00) mengatakan bahwa di lingkungan keluarga mendongeng merupakan pola pendidikan yang paling ampuh dan efektif. Anak menjadi lebih mengerti apa yang boleh dilakukan dan yang tidak, apa yang baik dan apa yang tidak baik, tanpa harus dengan cara memarahi. Dari sebuah kegiatan keluarga (non formal) dongeng dibawa ke sekolah sebagai salah satu pelajaran dengan berbagai macam tujuan pembelajarannya. Salah satunya adalah untuk meninggkatkan kemampuan anak dalam berinteraksi komunikasi. Dongeng yang menjadi pilihan dalam makalah ini adalah dongeng dengan menggunakan boneka tangan. Boneka tangan yang bisa berbentuk (menyerupai) berbagai macam tokoh (biasanya tokoh binatang).
Mengapa memilih dongeng dengan boneka tangan? Menggunakan boneka tangan sebagai alat bantu akan membuat suasana kelas lebih berkonsentrasi pada cerita yang akan disampaikan. Selain sebagai alat bantu cerita, boneka juga bisa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi langsung dengan anak. Boneka bisa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara langsung yang muncul dari anak. Interaksi komunikasi dengan anak bisa tercipta sehingga ide-ide kreatif dalam menggunakan bahasa mereka dapat disalurkan. Selain itu dengan boneka tangan, bahasa yang digunakan akan mempengaruhi cara anak dalam menanggapi pertanyaan atau dalam memberikan pertanyaan. Yang lebih penting lagi, mereka bisa berkomunikasi langsung menuangkan ide yang disesuaikan dengan topik cerita. Selain itu, menggunakan boneka tangan, ide cerita yang akan disampaikan akan sangat bervariasi. Si pendongeng/pencerita tidak harus menceritakan cerita-cerita legenda atau seperti dongeng pada umumnya, akan tetapi bisa mengangkat ide yang ada dalam kehidupan keseharian anak-anak. Atau lebih tepat dikatakan bahwa dengan bercerita menggunakan boneka tangan, maka cerita yang akan disampaikan adalah cerita tentang keseharian yang dialami anak-anak. Objek penelitian adalah di salah satu TK swasta yang ada di kota Palembang. Pelajaran mendongeng diberikan sebatas sebagai kegiatan kelas ekstra kurikuler.
Dalam kelas mendongeng ini melibatkan satu orang pencerita dan beberapa orang anak (10-15 orang) yang tergabung dalam satu kelas. Anak-anak duduk di lantai dengan posisi membentuk setengah lingkaran yang menempatkan posisi pencerita di tengahnya. Suasana kelas akan terasa sangat rileks, ketika pelajaran mendongeng dimulai. Pada saat pertama kali kelas mendongeng diperkenalkan, biasanya mereka sangat antusias dan bersiap-siap dengan gerangan apa yang akan terjadi. Pada kelas mendongeng berikutnya, sebelum mendongeng, biasanya beberapa orang anak akan memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan boneka tangan yang sudah terpasang. Kendala yang dihadapi seorang anak biasanya terletak pada penggabungan ide kreatif berbahasa dengan bahasa yang akan digunakan.
Pembahasan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis yaitu suatu penelitian yang akan memaparkan data temuan dari sumber data yang ada dan kemudian dianalisis sesuai dengan landasan teori.Palembang adalah salah satu daerah di Indonesia yang bahasa ibunya bukanlah bahasa Indonesia. Palembang menggunakan bahasa Melayu Palembang dalam bahasa keseharian. Pengaruh bahasa Melayu Palembang sangat lekat dalam tata cara kehidupan orang Palembang. Beberapa unsur teori belajar yang mendasari PBK (Pengajaran Bahasa Komunikatif) bisa ditemukan pada beberapa kegiatan pengajaran bahasa komunikatif (Azies et all 2000 : 24) Dongeng atau cerita boneka tangan adalah salah satu dari kegiatan tersebut yang mendukung interaksi komunikasi dalam memancing ide-ide kreatif pada anak usia dini.
Bahasa Melayu Palembang dan Bahasa Indonesia tidaklah terlalu jauh berbeda, seperti halnya bahasa-bahasa daerah rumpun Melayu lainnya. Akan tetapi tetap saja bahasa daerah tersebut mempengaruhi penggunaaan bahasa Indonesia apalagi dalam situasi formal seperti di sekolah data proses pembelajaran. Dengan mendongeng atau bercerita dengan menggunakan boneka tangan akan membantu anak dalam mengatasi masalah tersebut. Hipotesis Konstarastif yang dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957) menyatakan bahwa Kesalahan berbahasa yang dibuat dalam belajar B2 adalah karena adanya perbedaan B1 dan B2. Sedangkan kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh adanya kesamaan antara B1 dan B2. Jadi adanya perbedaan antara B1 dan B2 akan menimbulkan kesulitan dalam belajar B2, yang mungkin juga akan menimbulkan kesalahan; sedangkan adanya persamaan antara B1 dan B2 menyebabkan terjadinya kemudahan dalam belajar B2. Cerita boneka tangan disampaikan kepada anak dengan menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena bahasa Melayu hampir tidak jauh berbeda degan bahasa Indonesia, maka proses pembelajaran bahasa tidaklah terlalu sulit. Dua hal antara B1 dan B2 yang dikutip di atas bisa memberikan gambaran bahwa antar bahasa Melayu dan bahasa Indonesia bisa menjadi mudah dan menjadi hal yang menyulitkan anak dalam memahami kontek komunikasi formal ketika dongeng sedang berlangsung.
Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar; para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa buat berkomunikasi. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh, juga merupakan bawah sadar. Kita pada umumnya tidak menyadari benar-benar kaidah-kaidah bahasa-bahasa yang kita peroleh (Tarigan 1988 : 128). Bagaimana pun dalam penelitian ini data yang diamati adalah kalimat atau ucapan yang keluar dari anak, yang berhubungan dengan tema atau jalannya cerita.Seorang pencerita sebaiknya juga memahami tentang ide cerita yang akan dibawakannya. Seorang pencerita harus memiliki skenario dari cerita tersebut. Untuk tercapainya sebuah interaksi komunikasi dengan anak, maka seorang pencerita harus memenuhi beberapa kriteria atau aspek penting dari bahasa.Menurut Mar’at ada 3 Aspek Penting dari Fungsi Bahasa.
1. Speech Act.
Yang paling sering dijumpai adalah bentuk bertanya, pemberitahuan dan perintah. Peranan intonasi dan kontek pembicaraan mempunyai peranan penting dalam membantu pendegar menentukan fungsi yang dimaksud dalam suatu tuturan.Seorang pencerita harus menguasai seni penceritaan dongeng. Harus mampu menguasai intonasi, menjaga kestabilan jalan cerita, dan sanggup berkomunikasi dengan anak ketika dalam bercerita.
2. Thematic Structure.
Adalah penilaian tentang keadaan mental pada saat seseorang berbicara. Seseorang pembicara harus mempunyai gambaran kira-kira tentang apa yang ada pada pikiran pendengarnya pada waktu itu. Yaitu pada waktu ia berbicara. Ia harus memperhatikan hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh pendengar dan hal-hal apa saja yang belum.Ketika menentukan satu topic cerita yang akan disampaikan, pencerita harus berupaya memahami penguasaaan kosakata yang ada pada anak. Bagaimana seorang pencerita bisa memakai kosakata lama/yang sudah dimengerti, dan memperkenalkan kosakata baru untuk mereka.
3. Propositional Content.
Karena pembicara ingin menyampaikan ide-ide tertentu kepada pendegar, maka kalimat yang dipilih harus pula merefleksikan jalan si pembicara mengenai objek, kejadian-kejadian dan fakta-fakta yang ada.Menyederhanakan kalimat-kalimat untuk membantu anak memahami isi cerita adalah tugas seorang pencerita. Cerita yang dipilih pun idenya harus mengenai objek dan kejadian-kejadian dan fakta-fakta yang ada.Ketika cerita akan dimulai dan sedang berlangsung, biasanya anak akan tetap fokus pada cerita yang akan disampaikan. Meskipun ada (banyak) di antara mereka yang kurang peduli. Akan tetapi mereka yang fokus pada cerita, akan memberikan reaksi baik dengan bahasa verbal maupun bahasa non-verval. Mereka mencoba memahami jalan cerita dengan ikut terlibat dalam cerita tersebut. Keterlibatan itu mereka tunjukan dengan menyela percakapan yang ada dalam cerita atau dengan menjawab pertanyaan pencerita, baik sebagai tokoh dalam cerita atau sebagai pencerita itu sendiri. Bahkan diantara mereka ada yang sengaja mengulang beberapa poin percakapan atau mengekspresikan dengan bahasa verbal dari prose cerita yang sedang belangsung. Proses kognitif yang terjadi pada waktu seseorang berbicara dan mendengarkan antara lain megingat apa yang baru didengar, mengenal kembali apa yang baru didengar itu sebagai kata-kata yang ada artinya, berfikir mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk ujaran atau tulisan. (Mar’at 2005 : 1)

Mar’at menjabarkan proses kognitif yang terjadi pada saat seorang berbicara dan mendengarkan lawan bicaranya. Hal ini bisa dijabarkan pula ketika dongeng/cerita boneka sedang berlangsung.
1. Mengingat apa yang baru didengar.
Terkadang ada beberapa dari kosa kata yang diucapkan pencerita yang diulang kembali oleh anak sebagai ujud dari proses mengingat apa yang didengar. Mereka secara spontan mengungkapkan ide kreatif mereka.
Pre Test (tanpa boneka tangan)
Pencerita : “Kita harus rajin gosok…gigi. Siapa yang tahu bagaimana cara menggosok gigi?
Fajri, Salsa, Rio, Fajri : (mereka langsung menunjukan ekspresi bagaimana caranya menggosok gigi. Sambil mereka memahami arti gosok gigi dan menirukan mereka memperhatikan kawan-kawan yang lain untuk menyamakan ekspresi mereka.)
Test (dengan boneka tangan1)
Pencerita : (Rabbit) Teman-teman, aku kan belum pernah menggosok gigi, bagaimana ya caranya?
Fajri : Mak ini nah, Rabbit! (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Pencerita : Iya, Fajri Seperti apa?
Seperti ini.Salsa : (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Rio: Ya Rabbit, seperti ini, kamu bisa? (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Nita : (sambil memperagakan cara menggosok gigi)
Post test (dengan boneka tangan2)
Pencerita : (Rabbit) Aduh… gigiku sakit sekali. Aduh… tolong.
Fajri : Makanya jangan makan permen terus.
Salsa : Iya Rabbit, jangan makan permen.
Rio : Aku juga suka makan permen, tapi gigi ku tidak sakit.
Nita : Ya Rabbit, kamu harus rajin sikat gigi.
2. Mengenal kembali apa yang baru didengar.
Ketika pertama kali kelas mendongeng/bercerita dengan boneka, mereka belum mengenal apa pun tentang boneka tangan. Ketika mereka diberitahu bahwa nanti akan ada cerita boneka, yang ada dalam pikiran mereka adalah beberapa pertanyaan. Apa sih cerita boneka tangan itu? Seperti apakah cerita itu?
Kali berikutnya mereka telah mempunyai pengalaman dengan cerita boneka tangan. Lalu mereka berlomba untuk mengenal kembali apa yang telah mereka alami.
Pre Test (tanpa boneka tangan).
Pencerita : (Saat bercerita, anak-anak ada memperhatikan dan ada yang tidak peduli)
Fajri, Salsa, Rio, Nita : (hanya mendengarkan, sambil senyum, dan tertawa).
Test (dengan boneka tangan1).
Pencerita : (Saat mempersiapkan boneka, dan sebelum boneka disarungkan)
Fajri : Apo itu pak sulfi, Boneka yo?
Pencerita : Apa sayang, ya ini boneka kelinci, ini boneka beruang
Rio : Hey jingok itu, ado gambar wortelnyo (gambar wortel dibaju boneka kelinci).
Post test (dengan boneka tangan2).
Pencerita : Anak anak, apa warna si Rabbit?
Fajri : Pink, ada gambar wortel juga.
Salsa : Sama dengan boneka aku dirumah
Rio : Kalau Teddy warnya coklat
3. Berpikir mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk ujaran.
Ketika mereka melihat/memperhatikan kedua boneka tangan, mereka mencoba memahai sesuatu terhadapnya. Ada beberapa hal yang mereka rasakan dan mereka mulai berpikir untuk mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan mereka.
Pre Test (tanpa boneka tangan)
Bercerita tanpa boneka tangan dilakukan pada saat pertama. Ketika itu belum ada reaksi yang diberikan anak.
Test (dengan boneka tangan 1).
Nita : eh, hidungnya lucu ya.
Rio : Rabbit, kamu bawa permen? Aku mau, dong!
Fajri : Kamu galak makan permen yo?
Post test (dengan boneka tangan2).
Rio : Halo Pak Sulfi apa kabar?, (pencerita), Halo Rabbit (boneka kelinci berwarna pink), Halo Teddy (boneka beruang berwarna coklat).
Fajri : Kok bonekanyo itu-itu terus ya
Pencerita : Iya nih, Pak Sulfi kan Cuma punya ini.
Dongeng/cerita boneka tangan akan memberikan kemudahan kepada anak dalam mempelajari bahasa sebagai bahasa komunikasi dalam menuangkan ide-ide kreatif mereka. Menurut Bilbiana dengan dongeng anak bisa mencerna lebih gampang keadaan yang terjadi disekitarnya dan bagaimana menyikapinya (Batam Pos on line). Dongeng/cerita boneka tangan bisa juga mengajarkan anak tanggap menghadapi situasi sesuai dengan topik cerita yang sedang berlangsung. Mereka kembali mengungkapkan ide kreatif mereka ketika mereka menginginkannya.
Pencerita : (Teddy) hey Rabbit, kamu kenapa? Gatal ya? Pasti kamu belum mandi.
(Rabbit) iya, aku….
Nita : Iya, nanti badannya bau. i… (sambil menunjukan ekspresi bau)
Rio : aku idak bauk.(sambil mencium baju di bawah dagu)
Siapa pun di dunia ini membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi. Manusia tidak lepas dari bahasa dalam kehidupannya. Segala aspek kehidupan berakar dari bahasa. Dengan bahasa kita bisa melakukan segala hal. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi (Chaer 2003 : 30).
Dalam mendongeng/cerita boneka tangan yang bertujuan untuk membantu anak dalam berinteraksi komunikasi guna memacu ide-ide kreatif mereka dalam berbahasa. Cara ini dianggap memenuhi lima fungsi dasar bahasa yang dirumuskan oleh Kinneavy (Chaer 2003 : 33)
Ke lima fungsi dasar tersebut adalah : (diamati ketika memberikan post test (cerita boneka 2))
Fungsi ekspresi. Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, sedih. Dengan mendongeng/cerita boneka, baik pencerita maupun pendengar dapat mengungkapkan pernyataan senang, benci, kagum dll. Pencerita bisa memberikan pertanyaan agar anak menjawab atau bisa memancing anak untuk bertanya, sehingga ketika bertanyapun anak bisa mengekpresikan rasa kagum, senang, benci dan sedih.
Pencerita : Teman-teman, aku punya permen dan coklat, nanti kamu akan saya kasih, mau ya?
Fajri : Mau. Aku mau. Tapi nanti gigiku sakit.
Pencerita : Siapa yang tiap hari selalu mandi?
Salsa : Saya.
Nita : saya mandi pakai sampo.
Fungsi Informasi. Menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Dalam kelas mendongeng,baik pencerita ataupun si pendengar dapat menyampaikan pesannya kepada orang lain. Pesan tersebut adalah pesan-pesan yang biasanya mereka sudah pernah mendengarnya. Akan tetapi pada saat itu, kalimat tersebut muncul kembali karena adanya stimulus.
Pencerita : Teman-taman, kita tidak boleh terlalu banyak makan permen, nanti gigi kita sakit.
Rio : Ya, nanti gigi kita sakit.
Fajri : Nanti aku gosok gigi,
Nita : Gigi Adi ada hitamnya
Fungsi Ekplorasi. Menjelaskan sesuatu hal, perkara dan keadaan. Anak-anak yang kreatif pun mempunyai kesempatan untuk menjelaskan sesuatu. Ketika ia mengetahui sesuatu maka memalului stimulus, ia pun akan mencoba melakukan sesuatu untuk menjelaskan idenya.
Fajri : Rabbit warnanya pink!
Nita, Rio : Teddy warnanya coklat.
Pencerita : Kalau pak Sulfi warna bajunya apa?
Semua anak : Biru.
Fungsi Persuasi. Fungsi bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melalkukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik. Pada tahap selanjutnya anak akan berusaha mengajak atau mendominasi temannya dengan kemauan dan keinginannya. Bahkan sering kali tejadi adu mulut diantara mereka untuk mempertahankan pendapatnya.
Pencerita : Teman-teman, rabbit tidak tahu cara menggosok gigi. Ada yang tahu cara menggosok gigi?
Semua Anak : i..i (sambil menunjukan cara menyikat gigi dengan gerakan kiri dan kanan.)
Pencerita : Kalau gigi depan, kita mesti mengosok seperti ini! (sambil mempergakan gerakan atas bawah)S
emua anak : Ini i..i.. (sambil menirukan gerakan dari pencerita, dan saling memperlihatkan kepada temannya.)
Fungsi Entertain. Fungsi untuk menghibur. Dalam percakapan sehari-hari antara pendengar dan pembicara pun terjadi kelucuan-kelucuan, entah itu dari bahasanya atau ekspresi dan gerak tubuh. Maka dalam mendongeng fungsi menghibur adalah unsur yang mutlak. Seorang pendongeng harus dapat menjalankan fungsi itu dengan baik.
Pencerita : Teman-teman, aku mau bernyanyi. Dengar ya.
Bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi. Habis itu ku tidur lagi…
Fajri : hu…hu… bukan begitu Teddy. Aku bisa.
Penutup.
Banyak hal positif yang dapat kita sampaikan kepada anak dengan cara mendongeng/cerita boneka. Tidak hanya memancing mereka untuk berinteraksi komunikasi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai yang lain. Berawal dari sebuah cerita pengantar tidur, kemudian menjadi kegiatan di waktu senggang, saat ini dongeng/cerita boneka telah menjadi sebuah kegiatan pengajaran di sekolah. Semoga dengan program ini, anak tidak hanya menjadi lawan bicara pencerita, tetapi juga diharapkan bisa sebagai pencerita, dan bisa menciptakan cerita dengan bahasa mereka sebagai wujud suksesnya penumpahan ide kreatif mereka dalam berkomunikasi.
Daftar Pustaka
Akbar-Hawadi, Reni. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Mengenal Sifat, Bakat dan Kemampuan Anak. Jakarta. PT. Grasindo.
Azies, Furqanul dan A Chaedar Alwasilah. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif. Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Batam. 2007. Mendidik Anak Melalui Dongeng. (artikel) Batam. Batam Pos On line.
Bunanta, Murti. 2003. Anak dan Minat Budaya. Dimanakah Usaha dan Tanggung Jawab Kita? (Makalah Konggres Kebudayaan V, di Bukittinggi.)
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik. Kajian Teoretik. Jakarta. Rineka Cipta.
Mar’at. Samsunuwiyati. 2005. Psokolinguistik. Suatu Pengantar. Bandung. Refika Aditama.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung. Angkasa.
_______. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung. Angkasa.

Source: http://sulfialhamdi.blogspot.com/2008_03_01_archive.html

Video clip perkembangan janin (9 months)

Song of today :



Faye Wong - Eyes on Me