Lilypie Kids birthday PicLilypie Kids birthday Ticker
Google

Welcome Note

This site/blog will tell the world more about my lovely son, named Agus Surya Yoewira or Yoe Wen Yang (his Chinese name). Beside uploading his photos and stories, I will also quote nice, spiritual and touching stories or articles from other resources. Hope this site/blog will be inspiring and useful for other moms in this world.
(Indonesian: Site/blog ini kupersembahkan oentoek putraku terkasih, Agus Surya Yoewira/Wen Yang. Walaupun tidak detail amat, akan selalu kutuliskan perkembangan dia baik melalui tulisan, cerita atau foto-foto. Selain itu ada macam-macam puisi, tantra, kalimat indah dan artikel-artikel yang semoga dapat berguna dan menjadi inspirasi bagi yang membacanya)

MY OATH TO YOU

When you are sad, ………………. I will dry your tears
When you are scared, …………….. I will comfort your fears
When you are worried, …………… I will give you hope
When you are confused, ………….. I will help you cope
And when you are lost, …………… and cant’t see the light, I shall be your beacon….Shining ever so bright.
This is my oath………… I pledge till the end. Why you may ask? ……………… Because you’re my son.


FAMILY = (F)ATHER (A)ND (M)OTHER (I) (L)OVE (Y)OU

Surya's reply :-D

Every love that you've been given to me
will never ever go away
coz your loves are
my spirit .......
my light ........
my destination ......
my guide ...........
and
my everything......

LOVE YOU, MOMMY.... !!!

Surya's Slide Show! (new born until 2 years old)

Impian dan Teladan Seorang Ayah

Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan,tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria dan seorang ayah - Will Rogers

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu.Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh. Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu,mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur, menghitung jumlahnya sebelum membawanya ke bank. Membawa keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar. Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan diantara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank,Ayah memandangku dengan penuh harap. "Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik daripada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil disini takkan bisa menahanmu."Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank,Ayah selalu tersenyum bangga. "Ini uang kuliah putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku"

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. "Sampai dirumah, kita isi botol itu lagi."

Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami saling berpandangan sambil tersenyum. "Kau akan bisa kuliah berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter," katanya. "Kau pasti bisa kuliah, ayah jamin."

Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan. Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata daripada kata-kata indah.

Setelah menikah, kuceritakan kepada Susan, istriku, betapa pentingnya peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan koin. Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil dan Ibu terpaksa hanya menyajikan buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah diambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan keluar bagiku. "Kalau kau sudah tamat kuliah," katanya dengan mata berkilat-kilat, "kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau.

"Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami habiskan di rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di sofa, bergantian memandangi cucu pertama mereka. Jessica menagis lirih. Kemudian Susan mengambilnya dari pelukan Ayah. "Mungkin popoknya basah," kata susan, lalu di bawanya Jessica ke kamar tidur orangtuaku untuk di ganti popoknya.Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar. "Lihat," katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin.

Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu ke dalam botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan. Aku tahu,Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.

Sumber Cerita : Botol Acar - Buku Chicken Soup for the Parent’s Soul

Surya sekarang berumur 25 bulan

Surya hari ini udah berumur 25 bulan alias 2 tahun lebih 1 bulan......

Surya udah mo sekolah tapi belum diterima, nunggu 1 tahun lagi, hihi. Mama & papa berencana masukkan Surya di Don Bosco (yayasan Vincentius A Paulo) dengan pertimbangan dekat rumah dan ntar biar sekolahnya nyambung terus sampai SMA; tapi sayang mereka sudah tidak membuka kelas kelompok bermain utk anak usia 2 tahun. Kelas yang dibuka utk anak mulai usia 3 tahun. Di dekat rumah Surya ada sih First Foundation (Montessori) tapi sepi alias muridnya masih sedikit dan bayarnya kok mahal gitu, hehe.... Disitu cuman sampai TK doang, jadi ntar SD nya nyari lagi.

Tadi pagi kita mampir ke sekolah TK Don Bosco Jl Tidar, Surya takut-takut and keliatan bingung deh ya karena banyak kakak-2 yang berlarian bermain di halaman sekolah, kebetulan pas kita ke sana buburan kelas TK. Agak lama setelah mama ngobrol ama Bu Guru disana, Surya udah mulai mendekati prosotan, tapi gak lama trus mendekat ke mama lagi..... Kasian Surya sehari-hari tidak punya teman sebaya di rumah kungkung dan bobo, jadinya ya begitu agak takut kalau ketemu orang asing. Padahal dari ukuran berat & tinggi badan, Surya termasuk cukup besar..... Setelah mama melihat anak TK disana sekitar 4 tahun ada yang badannya lebih kecil dari Surya yang masih umur 2 tahun. Bedanya anak tsb berani sekali.... dia berlari-lari di halaman sekolah main kejar-kejaran ama temannya. Jadi 1 tahun ini Surya belajar di rumah aja dulu ya.... bahasa kerennya homeschooling gitu... kebetulan mama nemu buku panduan dari perpustakaan tempat mama bekerja.

Perkembangan Surya tidak begitu mencolok dibandingkan sebulan kemarin, sekarang udah mulai belajar pegang sendok, minum dari gelas / botol, trus udah pandai menjawab pertanyaan walaupun cuman satu atau dua kata. Jadi kalau diajak pipis, dia bisa jawab ’belum’ kalau memang belum mau pipis..... Trus udah bisa berhitung dlm bhs Inggris lo.....walaupun kurang sempurna pengucapannya, namanya juga baru belajar, hehe...... Bicara Surya belum terlalu lancar, mungkin belum waktunya dan dapat dimaklumi krn sehari-hari Surya tidak ada temannya. Papa mama hanya punya waktu malam aja sepulang kerja utk ngajakin Surya ngobrol.

Surya hobbynya nonton DVD terus, hati-hati loh matanya..... Sekarang film favoritnya adalah : The Backyardigans (smart adventures) apalagi yg seri sepak bola, sampai tertawa terbahak-bahak segala.

Ada lagi hobby yang lain..... Surya seneng sekali kalau diajak makan ayam goreng dan kentang goreng.... aduh jangan banyak2 ya krn termasuk junk food nih (ayamnya bukan ayam kampung sih)

Papa & mama bahagia sekali melihat Surya makan dengan lahapnya, wah nasi 1 bungkus langsung abis dan maemnya cepet banget gitu, hehe....ya gitu makannya yang banyak biar lekas besar :)

GBU son !



EIGHT LIES OF A MOTHER

8 lies of a mother :

1. The story began when I was a child;
I was born as a son of a poor family. Even for eating, we often got lack of food. Whenever the time for eating, mother often gave me her portion of rice. While she was removing her rice into my bowl, she would say "Eat this rice, son. I'm not hungry". That was Mother's First Lie

2. When I was getting to grow up, the persevering mother gave her spare time for fishing in a river near our house, she hoped that from the fishes she got, she could gave me a little bit nutritious food for my growth. After fishing, she would cook the fishes to be a fresh fish soup, which raised my appetite. While I was eating the soup, mother would sit beside me and eat the rest meat of fish, which was still on the bone of the fish I ate. My heart was touched when I saw it. I then used my chopstick and gave the other fish to her. But she immediately refused it and said "Eat this fish, son. I don't really like fish." That was Mother's Second Lie.

3. Then, when I was in Junior High School, to fund my study, mother went to an economic enterprise to bring some used-matches boxes that would be stuck in. It gave her some money for covering our needs. As the winter came, I woke up from my sleep and looked at my mother who was still awoke, supported by a little candlelight and within her perseverance she continued the work of sticking some used-matches box. I said, "Mother, go to sleep, it's late, tomorrow morning you still have to go for work. " Mother smiled and said "Go to sleep, dear. I'm not tired." That was Mother's Third Lie.

4. At the time of final term, mother asked for a leave from her work in order to accompany me. While the daytime was coming and the heat of the sun was starting to shine, the strong and persevering mother waited for me under the heat of the sun's shine for several hours. As the bell rang, which indicated that the final exam had finished, mother immediately welcomed me and poured me a glass of tea that she had prepared before in a cold bottle. The very thick tea was not as thick as my mother's love, which was much thicker. Seeing my mother covering with perspiration, I at once gave her my glass and asked her to drink too. Mother said "Drink, son. I'm not thirsty!". That was Mother's Fourth Lie.

5. After the death of my father because of illness, my poor mother had to play her role as a single parent. By held on her former job, she had to fund our needs alone. Our family's life was more complicated. No days without sufferance. Seeing our family's condition that was getting worse, there was a nice uncle who lived near my house came to help us, either in a big problem and a small problem. Our other neighbors who lived next to us saw that our family's life was so unfortunate, they often advised my mother to marry again. But mother, who was stubborn, didn't care to their advice, she said "I don't need love." That was Mother's Fifth Lie.

6. After I had finished my study and then got a job, it was the time for my old mother to retire. But she didn't want to; she was sincere to go to the marketplace every morning, just to sell some vegetable for fulfilling her needs. I, who worked in the other city, often sent her some money to help her in fulfilling her needs, but she was stubborn for not accepting the money. She even sent the money back to me. She said "I have enough money." That was Mother's Sixth Lie.

7. After graduated from Bachelor Degree, I then continued my study to Master Degree. I took the degree, which was funded by a company through a scholarship program, from a famous University in America . I finally worked in the company. Within a quite high salary, I intended to take my mother to enjoy her life in America . But my lovely mother didn't want to bother her son, she said to me "I'm not used to." That was Mother's Seventh Lie.

8. After entering her old age, mother got a flank cancer and had to be hospitalized. I, who lived in miles away and across the ocean, directly went home to visit my dearest mother. She lied down in weakness on her bed after having an operation. Mother, who looked so old, was staring at me in deep yearn. She tried to spread her smile on her face; even it looked so stiff because of the disease she held out. It was clear enough to see how the disease broke my mother's body, thus she looked so weak and thin. I stared at my mother within tears flowing on my face. My heart was hurt, so hurt, seeing my mother on that condition. But mother, with her strength, said "Don't cry, my dear. I'm not in pain." That was Mother's Eight Lie.

After saying her eighth lie, She closed her eyes forever!

Unlock Genius Power in U

Rekan-rekan milis,
Kali ini saya ingin berbagi tentang eksplorasi kecerdasan dalam diri seorang anak. Memang agak panjang sedikit, namun layak untuk disimak. Semoga memberi manfaat dan pencerahan.

Mengapa saya memberikan judul diatas? Selama tahun-tahun terakhir ini, dalam dunia pendidikan dan sekolah sudah mulai ada kesadaran akan perlunya cara dan metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ada banyak training dan pelatihan bagi para guru, pendidik dan siswa tentang metode2 pembelajaran yang sudah terbukti efektif. Namun seringkali hanya terfokus pada teknik dan cara belajar saja. Misal teknik menghafal cepat, teknik mencatat dengan mudah, atau strategi membaca efektif, teknik membangkitkan kreativitas dan masih banyak lagi.

Namun amat jarang, mereka yang menyinggung bagaimana cara mengekplorasi kecerdasan dan kejeniusan seorang anak. Singkat kata, bagaimana membantu seorang anak, dari yang biasa2 menjadi pintar, cerdas dan melakukan hal-hal kejeniusan dalam sekolah dan kehidupannya.

Setiap Anak terlahir Jenius, namun mengapa ada banyak anak bodoh di sekolah? Kita tentu sudah sering mendengar bahwa setiap anak terlahir jenius. Sehingga kata ”Born to be genius” sangat terkenal dan menjadi sesuatu yang memuaskan siapa saja yang mendengarnya. Namun jarang yang mempertanyakan lebih jauh lagi. Kalau setiap anak terlahir jenius, mengapa ada banyak anak yang ’bodoh’ di sekolah?

Sebelum membahas lebih dalam, kita mesti meyakini dulu bahwa setiap anak sudah memiliki bakat dan talenta yang terpendam di dalam dirinya. Karena Tuhan sudah memberi anugerah berupa bakat yang luar biasa pada setiap anak yang terlahir di dunia. Namun apa yang terjadi.... seorang anak mengenal label ”saya bodoh” setelah dia masuk di sebuah institusi apa yang dinamakan ”sekolah’. Jadi kalau kita lihat di sini, sebenarnya pihak sekolah yang memberi label seorang anak ini pintar atau bodoh, dan anehnya hal ini diterima dan dipercaya oleh sang anak dan orang tuanya. Padahal kita tahu kan... Tuhan tidak pernah memberi label ”Bodoh” pada seorang anak.

Kalau kita melihat lebih jauh, masalah yang sebenarnya terjadi adalah pihak sekolah, guru atau juga orang tua yang belum berhasil mengeksplorasi kecerdasan dan kejeniusan sang anak. Mereka akhirnya memberi beraneka label: anak malas, sulit diatur, anak bodoh, anak lambat, ’anak lelet’, kemampuan pas-pasan dsb. Sang anak yang belum mengerti hal ini, menerima dan..MEMPERCAYAI. ... Dan masuklah pernyataan ini ke dalam bawah sadarnya (Subconscious Mind). Dan jadilah program negatif atau apa yang disebut Mental Blok.

Berikutnya dapat di duga, saat sang anak mengerjakan soal dan menemui tantangan baru, maka sang anak akan mengakses program negatif di dalam otaknya: saya tidak bisa, saya anak bodoh, Matematika itu sulit, Fisika menakutkan, sekolah tidak menyenangkan, pe-er itu siksaan bagi saya. Akhirnya masa sekolah yang seharusnya menyenangkan, berubah menjadi paksaan dan menakutkan dalam hidupnya.

Bisakah membantu anak ’bodoh’ tersebut menjadi pintar?Jawabannya tentu: Bisa. Namun seringkali para guru menyarankan kepada orang tuanya agar anaknya diikutkan les pelajaran, lebih rajin belajar dan mengerjakan pe-er. Tentu saja hal ini tidak menyelesaikan masalah sang anak. Sebelum membahas cara, kita mesti meyakini dulu bahwa setiap anak sudah memiliki bakat dan talenta yang terpendam di dalam dirinya. Oleh sebab itu fokus traning ini adalah bagaimana menggali dan menemukan potensi kecerdasan sang anak dan membangkitkan keyakinan dan harga diri sebagai seorang pemenang dalam hidupnya. Apa yang kami sampaikan ini bukan hanya sekedar metode belajar dan berprestasi, nilai baik di sekolah. Namun kami ingin membantu setiap anak menemukan dirinya, membongkar ”mental block” dalam dirinya, menciptakan goal untuk masa depannya. Jadi bukan hanya mengejar nilai baik di sekolah.

Kita sepakat dulu bahwa : Setiap anak memiliki keunikan dalam hal kecerdasan yang berbeda pada masing-masing anak. Bahwa kejeniusan dan kecerdasan itu bisa dikembangkan sedini mungkin, asal kita tahu bagaimana cara mengeksplorasi kecerdasan dan kejeniusan seorang anak.

Kali ini saya menghadirkan beberapa kisah tentang eksplorasi kecerdasan seorang anak.

Berikut contoh nyata, inspirasi dari keluarga Polgar, yang tinggal di Hungaria. Laszlo Polgar adalah guru catur luar biasa, yang walaupun konsepnya anti teori tentang kecerdasan tapi hasilnya mencengangkan dunia. Saya ingin menghadirkan keberhasilan Laszlo Polgar dengan kegigihannya mewujudkan visi dan misi spektakulernya dalam mendidik ketiga putrinya menjadi juara catur dunia, melalui homeschooling.

Homeschooling adalah sebuah bentuk pendidikan alternatif dalam mengembangkan potensi anak secara maksimal. Polgar percaya bahwa kunci keberhasilan seorang individu adalah mengoptimalkan otak di usia dini dibandingkan menghabiskan waktu bermain diluar atau menonton TV. Di masa itu, ide homeschooling merupakan hal yang baru dan tak lazim, dan Polgar sempat mendapat tentangan luar biasa, tidak hanya dari masyarakat tapi juga dari pemerintah Hongaria. Namun dia tetap mendidik anaknya melalui homeschooling, dan ingin membuktikan bahwa pencapaian di bidang permainan catur dari ketiga putrinya kelak akan mendatangkan kesuksesan, tidak hanya bagi keluarganya, tapi juga bagi negara Hongaria. Polgar bersama istrinya mengajarkan mereka: matematika tingkat tinggi, bahasa, kesenian, olahraga dan digembleng main catur.

Hasilnya? Zsuzsa Polgar (Susan), 4 kali menjadi juara dunia catur wanita dan 5 kali juara olimpiade catur wanita. Pada usia 15 tahun Susan menduduki peringkat pertama dunia catur wanita. Putri keduanya, Zsofia Polgar (Sofia), Master International (MI) wanita, usia 14 tahun sudah menjuarai turnamen catur dunia di Roma. Si bungsu Judit Polgar, pernah menantang para juara catur dunia seperti Anatoly Karpov, Garry Kasparov, Vladimir Kramnik, Viswanathan Anand (juara dunia 2007) dan pernah mengalahkan mereka.

Apa yang mendasari keyakinan Keluarga Polgar tersebut? Polgar mempercayai bahwa kegeniusan dapat diwujudkan dan dibentuk, dan “sukses adalah 99% kerja keras". Dalam pengalaman mendidik ketiga putrinya, Polgar juga melihat bahwa diantara ketiga puterinya, Sofia adalah yang paling berbakat bermain catur, kemudian diikuti Susan dan Judit.. Walau dari aspek bakat paling rendah, namun Judit punya keunggulan lain, yaitu memiliki motivasi paling tinggi dan pekerja keras.

Satu contoh lagi dari Magnus Carlsen si “Anak Ajaib” Magnus Carlsen adalah Grandmaster (GM) catur termuda dalam sejarah, ketika dia mencapainya di usia 13 tahun dan menggemparkan dunia dengan memenangkan turnamen catur di tahun 2004 secara amat gemilang.

Magnus dikenal sebagai bintang catur di negaranya Norwegia. Dia seorang anak yang sederhana, murah senyum dan disenangi banyak orang. Dia berlatih amat keras untuk kemajuan caturnya. Mula-mula hanya 2-3 jam per hari, kini sekitar 4-5 jam per hari. Dia banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku teori catur, bermain catur online di Internet, dan berlatih bersama pelatihnya.

Untuk mengembangkan bakatnya secara optimal, orang tuanya menjual mobil bekas mereka dan menyewakan rumah mereka, dan selama setahun penuh mereka berkeliling dunia mengikuti turnamen-turnamen catur. Magnus tetap melakukan pe-er sekolahnya, walaupun itu dilakukannya di kursi jok belakang mobil atau di kamar hotel. Mengikuti turnament catur di seantero dunia membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan akan mustahil tanpa dukungan keuangan yang memadai. Untunglah mereka menemukan sponsor baru yaitu Microsoft.

Kemampuan daya ingat Magnus amatlah luar biasa. Pelatihnya pernah membuat pertunjukan di hadapan sebuah pertunjukan TV. Magnus diberi sebuah posisi atau diagram catur yang diambil dari sebuah buku catur, dan dia dapat menyebutkan dengan tepat nama kedua pemain yang memainkannya, dan lanjutan langkah-langkah yang dimainkan mereka. Ayahnya pernah pula menyebutkan Magnus di usia 5 tahun dapat menyebutkan nama, luas, dan jumlah populasi dari 430 kota di Norwegia. Kemampuan daya ingat ini amat berguna untuk mengikuti perkembangan teori pembukaan catur modern.

Magnus memang pemain masa depan yang briliant, dia pernah menahan imbang Garry Kasparov, juara dunia catur tahun 1985-2000. ELO Rating nya per Januari 2007 adalah 2690 dan menempatkannya di rangking 24 dunia saat ini.


Target selanjutnya adalah menembus rating 2700 dan masuk Top 10 dunia. Dengan bakat dan kerja keras seperti ini, siapakah yang meragukan peluangnya untuk kelak menjadi salah satu yang terbaik ?

Satu contoh lagi....Zhang Xinyang, Anak Ajaib dari Tiongkok Umur 13 Tahun, kuliah Pascasarjana. Zhang Xinyang benar-benar fenomenal di dunia pendidikan. Dalam usia yang sangat belia, 8 Juli 2008 lalu genap berusia 13 tahun, dia sudah terdaftar sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Teknologi Beijing. Jurusan yang diambil pun bukan sembarangan, matematika.

Zhang memang tertarik dan berbakat dalam disiplin ilmu yang oleh kebanyakan anak seumurnya justru menjadi momok. Gelar S-1 nya pun dia dapatkan dari bidang Matematika di Universitas Teknik Tianjin.

Perjalanan akademik Zhang memang membuat banyak orang terkesima. Masuk SD umur lima tahun, Zhang kecil hanya betah dua tahun duduk di sana. SMP dan SMA juga dijalaninya dengan ekspres. Ketika teman-teman sebayanya masih asyik bermain, pada usia 10 tahun Zhang justru terdaftar sebagai mahasiswa matematika di Universitas Teknik Tianjin.

Zhang memang benar-benar menggandrungi matematika. Demi mewujudkan mimpinya sebagai pakar matematika, dia benar-benar menggembleng diri. Ia juga menyiapkan betul ujian masuk perguruan tinggi (NCEE) sedari awal. Usahanya tidak sia-sia. Zhang lulus ujian NCEE dengan skor 505, atau 47 poin di atas skor rata-rata.....Menyandang status mahasiswa di usia 10 tahun, Zhang dengan segera menarik perhatian publik karena menjadi mahasiswa termuda di Tiongkok. Rekor mahasiswa termuda sebelumnya dipegang Feng Hao dari provinsi Hunan yang masuk Universitas Hunan pada tahun 2002 ketika usianya 12 tahun.

Yang menarik, dosen Zhang di Tianjin, Profesor Zhang Yuehui, mengatakan bahwa IQ Zhang sebenarnya hanya superior, dua tingkat di bawah jenius. Namun, Zhang dinilai memiliki tingkat logika yang tinggi dan pandai mengatur jadwal studinya.

Kecintaannya membaca buku termasuk buku di luar studinya, membuat Zhang hanya butuh kurang dari tiga tahun--dari jatah empat tahun-- untuk menuntaskan skripsi. Karena dianggap masih kecil, ketika di Tianjin, mahasiswa cilik ini ke kampus bersama dengan ayahnya yang setia menunggu selama dia kuliahnya. Meski begitu Zhang juga memulai belajar mandiri dengan menjadi tutor matematika paruh waktu.

Atas serentetan prestasi ini, ketika berumur sepuluh tahun, terbitlah buku ''The Magic Study'' yang merekam perjalanan hidupnya. Sang penulis, Xiao Chuan, dari Universitas Normal Beijng, mengatakan sukses Zhang Xinyang merupakan sukses orang tuanya dalam mengeluarkan potensi sang anak.

Kesimpulan:Bakat atau talenta adalah anugrah dari Tuhan. Namun kita tidak dapat hanya mengandalkan hal itu saja tanpa berlatih. Bakat yang dipadukan dengan latihan, pengorbanan waktu dan harga, dan dukungan orang-orang terdekat akan menjadikan seorang anak menjadi "excellent" dalam kehidupannya.

(Tulisan ini adalah bagian dari materi training Unlock Jenius Power in U bagi para Guru SD Pembangunan Jaya, Sidoarjo dalam rangka ”Misi Pendidikan” pada tanggal 6 September 2008)

Selamat Mengeksporasi diri,
Markus Tan
Licensed Practitioner of NLP
Master Trainer Best Camp
http://www.markustan.com/

Video clip perkembangan janin (9 months)

Song of today :



Faye Wong - Eyes on Me